Sejarah Adaro dimulai dengan guncangan minyak global pada tahun 1970an. Hal tersebut menyebabkan Pemerintah Indonesia merevisi kebijakan energinya, yang hingga kemudian fokus pada minyak dan gas, dengan memasukkan batu bara sebagai bahan bakar untuk keperluan rumah tangga.
Dengan meningkatnya fokus pada batubara, pada tahun 1976 Departemen Pertambangan membagi Kalimantan Timur dan Selatan menjadi delapan blok batubara dan mengundang tender untuk blok-blok tersebut.
Perusahaan Pemerintah Spanyol, Enadimsa, mengajukan tawaran untuk Blok 8 di Kabupaten Tanjung, Kalimantan Selatan, karena batubara diketahui terdapat di kabupaten tersebut dari singkapan yang dipetakan oleh ahli geologi Belanda pada tahun 1930an dan dari persimpangan di kedalaman sumur minyak yang dibor oleh Pertamina pada tahun 1960an.
Tidak ada perusahaan lain yang menawar blok ini; pada saat itu dianggap terlalu jauh ke pedalaman dan kualitas batubaranya rendah.